Mulai dari 1 Juli 2016, seluruh pengiriman kontainer kapal laut melalui pelabuhan pelabuhan di seluruh dunia harus disertai dengan dokumen baik itu tertulis atau digital. Dimana di dalam dokumen tersebut tertera berat kotor kontainer yang telah diverifikasi (VGM – Verified Gross Mass) sehingga dapat diijinkan untuk diangkut ke dalam kapal. Peraturan dari Organisasi Maritim Internasional atau International Maritime Organization (IMO) dibawah konvensi SOLAS (Safety of Life at Sea) ini dibuat karena banyaknya kesalahan deklarasi berat kontainer yang menyebabkan kecelakaan laut, seperti misalnya kecelakaan laut MSC Napoli pada tahun 2007 di lautan Inggris dan kecelakaan laut 2015 di pelabuhan Algeciras, Spanyol.
Pada kecelakaan MSC Napoli, diketahui oleh penyelidik pemerintah Inggris bahwa 20 persen dari seluruh kontainer di dalam kapal ternyata memiliki berat yang berbeda dari berat yang tertulis dalam manifes, perbedaan tersebut antara 3 hingga 20 ton. Dan total kesalahan manifes kargo tersebut mencapai 312 ton. Pada bulan Oktober tahun 2012, pemerintah Ukraina melakukan pemeriksaan berat terhadap seluruh kontainer yang dibongkar di pelabuhan. Hasilnya cukup mengejutkan dengan 56 persen isi kontainer memiliki berat yang lebih besar dari berat yang tertera pada manifes kargo. Tidak hanya di Ukraina, kasus semacam ini juga ditemukan di Polandia maupun India.
Karena itu, merujuk pada hasil konvensi Komite Keselamatan Maritim, terutama pada chapter 6, part A, regulation 2 mengenai verifikasi berat kotor, peraturan baru ini efektif diberlakukan sejak 1 Juli 2016 di seluruh pelabuhan di dunia. Ada tiga paragraf utama sebagai dasar dari peraturan verifikasi berat kotor ini.
Pertama dalam paragraf ke 4, menyatakan kargo di dalam kontainer harus diverifikasi oleh pengirim dengan cara menimbang kontainer yang terisi barang kargo dengan peralatan yang telah tersertifikasi, seperti misalnya jembatan timbang Gewinn. Atau menimbang semua barang kargo termasuk bahan pelindungnya yang akan dikemas ke dalam kontainer, hasil timbangan tersebut kemudian ditambahkan dengan berat kontainer.
Kemudian paragraf 5 menyatakan bahwa pengirim kontainer harus menjamin kebenaran nilai verifikasi berat kotor kontainer yang tertera pada dokumen pengiriman. Dokumen tersebut harus ditandatangani oleh petugas yang berwenang dan disampaikan kepada pihak yang berwenang sebelumnya. Dokumen tersebut kemudian akan digunakan ke dalam rencana penyusunan di dalam proses penyimpanan.
Terakhir, paragraf 6 menyatakan, jika pengirim kontainer tidak memberikan verifikasi berat kotor atau perwakilan terminal tidak menerima verifikasi berat kotor kontainer, maka kontainer tersebut dapat ditolak atau bahkan ditahan di pelabuhan.
Verifikasi berat kotor ini dapat dilakukan oleh pihak luar selain pengirim dengan syarat sebagai berikut seperti yang tertera pada Peraturan Dirjen Perhubungan Laut no HK 103/2/4/DJPL-16:
- Memiliki badan hukum di bidang jasa transportasi atau pelayanan bongkar muat peti kemas
- Menggunakan peralatan yang bersertifikat dan secara teratur terkalibrasi
- Ditunjuk langsung oleh pengirim barang dengan kesepakatan tersendiri
- Diketahui oleh UPT sebagai pihak yang menangani aspek aspek pelabuhan
- Memiliki prosedur penimbangan yang telah mendapat persetujuan UPT sebagai perwakilan Direktur Jenderal
Selain itu ada pula ketentuan ketentuan yang wajib dipenuhi di seluruh pelabuhan di Indonesia, seperti semua kontainer yang akan dimuat kapal harus diukur beratnya dengan timbangan bersertifikat dengan menggunakan metode yang telah diatur dalam paragraf 4 hasil konvensi Komite Keselamatan Maritim. Selain itu pihak terminal operator tidak akan melakukan pemuatan kontainer ke kapal jika kontainer tersebut tidak disertai verifikasi berat kotor.
Pada kasus tersebut, terminal operator dapat melakukan penimbangan sendiri dan melakukan verifikasi secara langsung. Tentu saja terminal operator tersebut menjadi penanggung jawab penuh terhadap resiko yang terjadi apabila diketahui verifikasi berat kotor tidak akurat.
Di Indonesia peraturan ini juga diberlakukan secara ketat sejak 1 Juli kemarin. Hal ini dikarenakan peraturan ini menyangkut kelancaran arus komoditas ekspor Indonesia ke luar negeri yang notabene merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar perekonomian Indonesia.
PT Gewinn Gold Hotama sebagai perusahaan manufaktur jembatan timbang, menyediakan berbagai macam perangkat alat penimbang yang dapat mengukur berat muatan secara akurat. Sehingga pengukuran untuk menghasilkan verifikasi berat kotor tidak akan menjadi masalah besar bagi para perusahaan eksportir yang menggunakan jembatan timbang Gewinn. Info tambahan mengenai SOLAS dan VGM serta kapasitas jembatan timbang Gewinn dalam membantu anda dapat diperoleh dengan menghubungi kami di alamat kontak yang kami sediakan di website ini.